Munculnya kasus-kasus terlibat pinjaman online (pinjol) menjadi perbincangan hangat di publik, mulai dari teror debt collector hingga dugaan korban bunuh diri. Ternyata, mayoritas nasabah pinjol adalah anak muda. Hal ini tertera dalam laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Mayoritas penerima kredit pinjaman online di Indonesia berusia 19 sampai 34 tahun. Kelompok usia yang didominasi generasi milenial dan generasi Z ini mempunyai jumlah nilai utang pinjol sebesar Rp 27,1 triliun, atau setara 54,06% pada bulan Juli 2023.
Kemudian diikuti usia 35 sampai 54 tahun sebesar 39,46% atau Rp 19,78 triliun dan di atas usia 54 tahun sebesar 6.1% atau mencapai Rp 3,06 triliun. Sedangkan, untuk usia di bawah dari 19 tahun nilai pinjamannya mencapai Rp 183,3 miliar.
Selain itu, OJK juga memantau kredit macet pinjol. Pada bulan Juli 2023, sebagian besar kelompok usia 19 sampai 34 tahun menjadi penyumbang terbesar kasus kredit macet pinjol. Kelompok usia yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja tersebut mempunyai jumlah nilai gagal bayar utang sebesar Rp 782 miliar atau setara 40,24%.
Data OJK juga menunjukkan sepanjang semester I tahun 2023, kelompok usia 19 sampai 34 tahun berkontribusi besar menjadi penyumbang nilai kredit macet secara konsisten.
Lantas apa penyebab generasi muda terjerat pinjol?
Kurangnya Kontrol Diri
Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Teja Sari menilai ada beberapa penyebab mayoritas anak muda menjadi nasabah pinjol. Di antaranya, kurangnya kontrol diri terhadap keuangan. Hal tersebut membuat anak muda menjadi lebih mudah terpancing apabila ada promosi dan iklan barang konsumtif.
"Jadi, terus belanja dengan asumsi yang kita beli barang murah. Kalau nggak beli sekarang menyesal, nggak ada kesempatan lain lagi. Orang jadi pengin belanja sekarang juga. Lupa mana kebutuhan dan mana keinginan," kata Teja kepada detikcom, Senin (10/16/2023) kemarin.
Akses Pinjaman yang Mudah
Faktor lainnya, adanya akses pinjaman dengan mudah, mulai dari banyaknya pilihan aplikasi pinjol sampai kecepatan pembayarannya. Namun, terkadang terlena sehingga lupa dengan kemampuan bayarnya yang tidak seimbang.
Sama halnya dengan Teja, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS Nailul Huda menilai adanya kemudahan proses pinjam menjadi faktor banyaknya anak muda terlibat pinjol.
"Proses pinjol ini kan sangat gampang, cukup punya KTP, akun digital platform dan sebagainya, bisa langsung dapat pinjaman di platform tertentu," kata Huda kepada detikcom.
Kurangnya Pengecekan dengan Kemampuan Bayar
Selain itu, kurangnya ada pengecekan kemampuan membayar lebih valid lagi. Faktor lainnya adalah sifat konsumtif generasi muda. Menurut Huda, saat ini pinjaman konsumtif generasi muda sebesar 65% dari total pinjaman online. Sebagian besar digunakan untuk belanja album kpop, konser, dan sebagainya.
Ada Kaitannya dengan Judi Online
Menurut Huda, judi online dan pinjol mempunyai hubungan. Dia bilang orang yang kalah judi online akan mengambil alternatif lain untuk mendapatkan uang dengan cepat, yakni pinjaman online.
"Seseorang yang kalah judi online juga akan melakukan pinjaman dengan sistem mudah dan cepat, pilihannya ya pinjaman online," kata Huda kepada detikcom.
Hal senada juga disampaikan oleh Teja Sari. Menurutnya, banyak yang masih mengira judi online menjadi salah satu kesempatan untuk mendapatkan uang lebih banyak. Judi online juga membuat banyak orang penasaran sehingga tidak bisa berhenti bermain.
"Dengan pikiran seperti itu, banyak yang tergiur ya udah uangnya pinjam aja dulu. Nanti kalo menang kan bisa langsung dilunasi. Siapa tahu untung," ujar Teja.
Sumber : Finance.detik